
Organisasi kemasyarakatan Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu Jaya (GRIB Jaya) mendadak menjadi sorotan publik. Hal ini terjadi setelah Kementerian Hukum dan HAM memblokir status badan hukumnya. Langkah ini diduga terkait dengan polemik soal premanisme dan kisruh kepemilikan lahan milik Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).
Pemblokiran oleh Kemenkumham
Kemenkumham memblokir status badan hukum GRIB Jaya secara administratif. Akibatnya, organisasi tersebut kehilangan status legal sebagai entitas yang diakui negara. Informasi yang beredar menyebutkan bahwa keputusan ini diambil sebagai respons atas laporan masyarakat. Organisasi ini disebut-sebut terlibat dalam konflik lahan dan tindakan intimidatif di lapangan.
Meski belum ada penjelasan resmi, sumber internal menyatakan bahwa tindakan ini berkaitan dengan pelanggaran hukum. Organisasi ini dinilai telah menyimpang dari tujuan ormas sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Kisruh di Lahan BMKG
Salah satu pemicu pemblokiran adalah konflik lahan milik BMKG di Jakarta Timur. GRIB Jaya diduga berada di balik aksi unjuk rasa dan pendudukan lahan secara paksa. Kelompok yang terlibat mengaku sebagai warga terdampak proyek.
Situasi sempat memanas dan mengganggu aktivitas BMKG. Lembaga tersebut kemudian melaporkan insiden ke pihak kepolisian. BMKG menegaskan bahwa lahan itu adalah aset negara dan telah memiliki legalitas jelas. Namun, ketegangan tetap berlanjut hingga memicu reaksi dari berbagai pihak, termasuk pemerintah pusat.
Dugaan Praktik Premanisme
Selain konflik lahan, GRIB Jaya juga dikaitkan dengan laporan soal praktik premanisme. Beberapa individu yang mengaku sebagai anggotanya diduga melakukan pemerasan dan intimidasi. Sasaran mereka antara lain warga dan pelaku usaha kecil.
Meski memiliki struktur resmi dan bergerak di bidang sosial, citra GRIB Jaya kini tercoreng. Sejumlah tokoh masyarakat bahkan menyerukan pembubaran organisasi ini secara permanen.
Respons Pihak GRIB Jaya
GRIB Jaya membantah seluruh tuduhan tersebut. Mereka menilai tindakan Kemenkumham sebagai bentuk kriminalisasi terhadap organisasi rakyat. Dalam pernyataan persnya, pengurus pusat menyatakan tidak pernah menginstruksikan tindakan melanggar hukum. Mereka siap menempuh jalur hukum untuk membela organisasi.
“Kami merasa dizalimi. Tuduhan premanisme itu tidak berdasar. Kami akan mengajukan gugatan,” tegas salah satu pimpinan GRIB Jaya.
Penutup
Kasus ini menjadi perhatian karena menyangkut keberadaan ormas dan peran pemerintah dalam menjaga ketertiban. Apakah ini akan membuka jalan bagi reformasi ormas secara nasional? Atau justru menimbulkan perlawanan dari kelompok akar rumput? Hanya waktu yang bisa menjawab. Namun satu hal pasti, negara tak akan tinggal diam terhadap organisasi yang menyimpang dari hukum dan etika publik.