4 pulau di wilayah perairan Sumatera menjadi sorotan publik setelah muncul laporan bahwa pulau-pulau tersebut yang sebelumnya dianggap bagian dari Provinsi Aceh, kini tercatat sebagai bagian dari wilayah administratif Sumatera Utara. Sengketa ini memunculkan respons dari berbagai pihak, khususnya Pemerintah Aceh dan tokoh masyarakat di kawasan tersebut.

Awal Mula Sengketa 4 Pulau Aceh

Sengketa ini bermula dari perubahan data dan peta wilayah administratif pada dokumen resmi yang dirilis Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Republik Indonesia. Dalam dokumen tersebut, empat pulau yakni Pulau Mangkir Besar, Mangkir Kecil, Lipan, dan Pulau Panjang yang selama ini diakui sebagai bagian dari Kabupaten Aceh Singkil, kini tercatat masuk ke wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara.

Warga Aceh dan pemerintah setempat menilai perubahan ini sebagai kekeliruan administratif yang harus segera diluruskan. Hal ini karena selama ini pelayanan administrasi dan pengelolaan wilayah di empat pulau tersebut dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil.

Respons Pemerintah Aceh

Pemerintah Aceh menyatakan keberatannya terhadap perubahan wilayah tersebut. Penjabat Gubernur Aceh bersama Bupati Aceh Singkil menggelar rapat koordinasi untuk menelusuri dokumen historis dan administratif yang menjadi dasar pengakuan kepemilikan 4 Pulau Aceh tersebut.

Mereka juga telah mengirimkan surat resmi ke Kemendagri untuk meminta klarifikasi dan pembatalan dokumen yang mencantumkan pulau-pulau itu sebagai bagian dari Sumatera Utara. Pemerintah Aceh mengklaim bahwa pulau-pulau tersebut secara historis, geografis, dan administratif masuk dalam wilayah Aceh sejak lama.

Pandangan Sumatera Utara

Sementara itu, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara belum memberikan pernyataan tegas terkait hal ini. Namun, sebagian pejabat daerah menyatakan bahwa pihaknya hanya mengikuti data resmi dari pusat. Meski begitu, pemerintah Sumut membuka ruang dialog dan mediasi apabila ditemukan ketidaksesuaian data.

Upaya Penyelesaian dan Mediasi

Kemendagri telah menyatakan akan meninjau ulang peta wilayah yang menjadi dasar perubahan tersebut. Kementerian juga berencana membentuk tim verifikasi lintas instansi untuk memastikan batas-batas wilayah sesuai dengan hukum dan dokumen yang berlaku.

Beberapa pengamat menyarankan agar penyelesaian dilakukan melalui pendekatan hukum dan dialog, bukan melalui aksi-aksi protes yang dapat memicu konflik horizontal antar daerah. Keberadaan sumber daya alam, potensi perikanan, dan lokasi strategis keempat pulau membuatnya menjadi objek yang sensitif untuk perebutan wilayah.

Penutup

Sengketa 4 Pulau Aceh ini menunjukkan pentingnya validasi peta wilayah administratif. Pemerintah pusat diminta netral dan bertindak cepat agar konflik tidak berlarut. Masyarakat berharap mediasi dilakukan secara adil, berdasarkan sejarah dan aturan hukum yang berlaku.