
Terungkap dari Aktivitas Mencurigakan Penjual Ketan Bakar di Media Sosial
Aparat kepolisian berhasil mengungkap kasus peredaran uang palsu yang dilakukan oleh seorang pemuda berinisial AG (20), yang sehari-hari diketahui berprofesi sebagai penjual ketan bakar. Kasus ini mencuat setelah polisi menerima laporan dari masyarakat terkait adanya aktivitas mencurigakan di media sosial, khususnya terkait tawaran penjualan uang dengan nominal besar namun harga yang jauh lebih murah.
AG diketahui memasarkan uang palsu tersebut melalui beberapa platform media sosial populer. Ia menawarkan paket-paket uang palsu yang dikirimkan melalui jasa ekspedisi. Dari hasil penyelidikan, polisi menemukan bahwa tersangka telah menjalankan aksinya selama beberapa bulan terakhir, dengan menjual uang palsu dalam bentuk pecahan Rp100.000 dan Rp50.000.
Penangkapan dan Barang Bukti
Penangkapan dilakukan oleh tim Resmob di kediaman AG di wilayah Bekasi, Jawa Barat, pada awal Juli 2025. Dalam penggerebekan tersebut, polisi menyita sejumlah barang bukti, termasuk satu unit printer, alat pemotong kertas, kertas khusus yang digunakan untuk mencetak uang palsu, serta uang palsu senilai puluhan juta rupiah yang telah siap edar.
Menurut keterangan dari pihak kepolisian, AG mempelajari cara memproduksi uang palsu secara otodidak melalui internet. Ia kemudian mencetak uang palsu menggunakan printer khusus dan mendistribusikannya ke sejumlah daerah melalui pemesanan online. Uang palsu ini kemudian disalahgunakan oleh pembeli untuk bertransaksi di pasar-pasar tradisional dan toko-toko kecil yang minim pengawasan.
Motif Ekonomi dan Modus Operandi
Kapolres Metro Bekasi Kota, Kombes Pol Dani Hamdani, menjelaskan bahwa motif AG dalam melakukan tindak pidana ini adalah ekonomi. Tersangka mengaku hasil dari berjualan ketan bakar tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Oleh karena itu, ia mencari jalan pintas dengan memproduksi dan menjual uang palsu secara ilegal.
Modus operandi terbilang rapi. Ia mengemas uang palsu dalam amplop tebal dan mengirimkannya menggunakan identitas palsu. Transaksi dilakukan melalui komunikasi privat di media sosial untuk menghindari pelacakan dari aparat penegak hukum.
Ancaman Hukuman dan Imbauan Kepolisian
Atas perbuatannya, AG dijerat dengan Pasal 36 ayat (1) dan (3) UU Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, dengan ancaman hukuman penjara maksimal 15 tahun dan denda hingga Rp50 miliar.
Pihak kepolisian mengimbau masyarakat agar lebih berhati-hati dalam menerima uang, terutama dalam pecahan besar. Warga juga diminta untuk segera melapor jika menemukan uang yang mencurigakan atau mengetahui aktivitas jual beli uang palsu, khususnya yang dilakukan secara daring.
Kesimpulan
Kasus ini menjadi peringatan keras terhadap maraknya kejahatan ekonomi yang memanfaatkan teknologi dan media sosial sebagai sarana utama. Meski berasal dari latar belakang ekonomi lemah, tindakan tersangka dinilai sebagai pelanggaran serius terhadap hukum dan membahayakan stabilitas keuangan masyarakat. Kepolisian berkomitmen untuk terus menindak tegas pelaku kejahatan serupa demi menjaga ketertiban umum dan kepercayaan masyarakat terhadap sistem keuangan negara.