
Bank Indonesia Wanti-Wanti Risiko PHK Massal terhadap Konsumsi, Investasi, dan Daya Beli
Jakarta, 7 Mei 2025 — Bank Indonesia (BI) menyatakan keprihatinannya atas meningkatnya gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terjadi di berbagai sektor. Situasi ini terutama terlihat pada industri pengolahan dan media. Menurut BI, kondisi tersebut bisa berdampak besar terhadap daya beli masyarakat dan stabilitas ekonomi secara keseluruhan.
Kepala Departemen Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas BI, Erwin Gunawan Hutapea, menjelaskan bahwa PHK dalam jumlah besar berpotensi menekan konsumsi domestik. Padahal, konsumsi domestik selama ini menjadi salah satu pilar utama perekonomian nasional.
“PHK itu di satu sisi akan memengaruhi daya beli, yang ujungnya konsumsi,” ujar Erwin dalam Taklimat Media, Rabu (7/5/2025).
Data dari Kementerian Ketenagakerjaan mencatat, hingga 23 April 2025, terdapat 24.036 pekerja yang terkena PHK. Mayoritas dari mereka berasal dari sektor manufaktur. Lonjakan ini tidak hanya memukul kondisi ekonomi rumah tangga, tetapi juga bisa memengaruhi pandangan investor asing terhadap prospek ekonomi Indonesia.
“Mungkin dampaknya tidak langsung ke nilai tukar,” ujar Erwin, “tapi akan terlihat dari bagaimana orang melihat pertumbuhan ekonomi kita. Jika pertumbuhan melambat, investor bisa menjadi kurang tertarik.”
Menurut BI, fenomena ini juga mencerminkan perlambatan sektor industri. Kondisi ini dapat dipicu oleh lemahnya permintaan global, efisiensi biaya perusahaan, atau ketidakpastian kebijakan pemerintah. Bila tidak ditangani dengan serius, dampaknya bisa meluas. Ancaman seperti meningkatnya angka pengangguran, kemiskinan, dan ketimpangan sosial bisa menjadi nyata.
BI Dorong Koordinasi Lintas Sektor untuk Jaga Stabilitas Ekonomi
BI menegaskan komitmennya untuk tetap menjalankan kebijakan moneter secara hati-hati. Kebijakan tersebut didasarkan pada data dan dilakukan secara terkoordinasi untuk menjaga stabilitas makroekonomi.
“Keputusan itu akan diambil dengan tujuan menjaga stabilitas dan pertumbuhan ekonomi untuk kemaslahatan orang banyak,” tegas Erwin.
BI juga mendorong kerja sama lintas sektor. Pemerintah pusat dan daerah, pelaku usaha, serta lembaga keuangan didorong untuk mencari solusi konkret atas krisis ketenagakerjaan ini. Salah satu langkah yang disarankan adalah perluasan lapangan kerja baru. Program padat karya, pelatihan vokasional, dan insentif bagi perusahaan yang menyerap tenaga kerja menjadi pilihan yang patut dipertimbangkan.
Selain itu, BI menilai pentingnya menjaga ekspektasi masyarakat. Dalam situasi yang tidak pasti, stabilitas menjadi elemen kunci. Stabilitas dapat membantu masyarakat untuk tetap percaya diri dalam berbelanja dan berinvestasi.
“Stabilitas itu membuat perencanaan kegiatan lebih mudah. Karena itu, orang lebih berani mengambil keputusan ekonomi,” pungkasnya.