Korupsi Tanah Tol Cisumdawu: Uang Rp132 Miliar Disita Kejati Jabar

Kasus korupsi yang melibatkan pengadaan tanah untuk pembangunan Tol Cileunyi-Sumedang-Dawuan (Cisumdawu) Seksi 1 di Desa Cilayung, Kecamatan Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, menarik perhatian masyarakat. Proyek strategis ini mengalami kerugian negara yang cukup besar akibat praktik korupsi yang dilakukan oleh sejumlah pihak.

Penetapan Tersangka dan Kerugian Negara

Pada 1 Juli 2024, Kejaksaan Negeri Sumedang menetapkan lima orang tersangka dalam kasus ini. Mereka adalah:

  • Dadan Setiadi Megantara (DSM): Direktur Utama PT Priwista Raya, yang merupakan pemilik objek pembebasan lahan.
  • Atang Rahmad (AR): Anggota Satgas B Pelaksana Pengadaan Tanah (P2T).
  • Agus Priyono (AP): Ketua Satgas B P2T.
  • Mono Igfirly (MI): Penilai pada Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP).
  • Uyun (U): Mantan Kepala Desa Cilayung.

Kelima tersangka diduga terlibat dalam manipulasi data hak kepemilikan tanah, penilaian ganti rugi yang tidak wajar, dan pengalihan hak kepemilikan setelah penetapan lokasi pembangunan tol. Akibat tindakan mereka, negara mengalami kerugian sebesar Rp329.718.336.292.

Proses Hukum dan Eksekusi Uang Pengganti

Pada 16 Januari 2025, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung menjatuhkan vonis terhadap Dadan Setiadi Megantara. Ia dihukum penjara selama 4 tahun 8 bulan dan denda sebesar Rp200 juta subsider 6 bulan kurungan. Selain itu, Dadan diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp130 miliar. Jika tidak dibayar dalam waktu 1 bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, harta bendanya akan disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.

Pada 4 Februari 2025, Kejaksaan Tinggi Jawa Barat (Kejati Jabar) mengeksekusi uang pengganti hasil korupsi pengadaan tanah Tol Cisumdawu sebesar Rp139.022.245.653 dari Dadan Setiadi Megantara, sebagai tindak lanjut atas putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung.

Peran Masing-Masing Tersangka

  • Dadan Setiadi Megantara (DSM): Diduga terlibat dalam manipulasi data hak kepemilikan tanah dan penilaian ganti rugi yang tidak wajar.
  • Atang Rahmad (AR) dan Agus Priyono (AP): Keduanya berperan dalam proses inventarisasi dan identifikasi hak kepemilikan tanah untuk mendapatkan ganti rugi, serta manipulasi data riwayat tanah.
  • Mono Igfirly (MI): Diduga terlibat dalam penilaian ganti rugi yang tidak sesuai dengan nilai wajar.
  • Uyun (U): Sebagai Kepala Desa Cilayung, Uyun diduga melegalkan dokumen riwayat tanah yang tidak sesuai dengan fakta.

Dampak dan Tindak Lanjut

Kasus ini menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam proses pengadaan tanah untuk proyek infrastruktur. Kerugian negara yang mencapai lebih dari Rp329 miliar menunjukkan perlunya pengawasan yang lebih ketat untuk mencegah praktik korupsi serupa di masa depan.

Proses hukum terhadap tersangka lainnya masih berlangsung, dan diharapkan dapat memberikan efek jera serta memastikan keadilan bagi negara dan masyarakat.